Selamat Datang di Website Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Disini anda mendapat berbagai informasi pendidikan, jangan lupa tuliskan komentar positif untuk membantu kami malakukan update informasi. Terimakasih

Implementasi Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari - Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Header Ads

Header ADS

Implementasi Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari


| Pancasila |
Ketuhanan Yang Mah
a Esa

Dalam konteks kehidupan berbangsa, sila pertama ini merefleksikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga ia dapat melaksanakan ajaran-ajaran agamanya secara nyaman dan seksama tanpa mengalami gangguan. Namun dalam pelaksanaannya tidak semua manusia Indonesia yang berketuhanan ini dapat melaksanakan ajaran dan tata cara keagamaan dengan nyaman. Masih sering terjadi sejumlah persoalan terkait dengan kebebasan pelaksanaan ajaran agama di berbagai wilayah di Indonesia.

Kemanusiaan yang adil dan beradab

Sila kedua ini memberikan pengertian bahwa setiap bangsa Indonesia dijunjung tinggi, diakui, dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya selaku ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, sebagai warga negara, setiap manusia Indonesia memiliki derajat yang sama, hak dan kewajiban yang sama. Sehingga segala tindakan yang  melanggar “kemanusian” seperti perundungan (bullying), diskriminasi, dan kekerasan antar-sesama tidak dapat dibenarkan. Sila ini juga secara eksplisit menyebut kata “adil dan beradab” yang berarti bahwa perlakuan terhadap sesama manusia harus adil dan sesuai dengan moral-etis dan adab yang berlaku. Sayangnya, kehidupan berbangsa kita tidak sepenuhnya dapat menerapkan hal ini. Masih banyak terjadi tindakan-tindakan yang tidak menghargai harkat dan martabat manusia, seperti perundungan, diskriminasi, ujaran kebencian, bahkan kekerasan terhadap peserta didik dan guru. 

Persatuan Indonesia

Sila ketiga ini memberikan syarat mutlak kepada setiap bangsa Indonesia untuk menjunjung tinggi persatuan. Persatuan di sini bukan bermakna terjadinya penyeragaman dari keragaman yang ada. Melalui sila ini setiap bangsa Indonesia yang beragam ini diminta untuk bersatu padu, kompak tanpa perpecahan untuk bersama-sama memajukan bangsa dan negara Indonesia. Faktanya, kita masih kerap menjumpai pendapat dan berita yang seringkali mengajak untuk saling menghasut dan memusuhi, seperti peran para buzzer yang sengaja dibentuk oleh oknum-oknum tertentu untuk saling membenturkan rakyat demi berbagai kepentingan seperti kekuasaan, perekonomian, dll.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam per musyawaratan/perwakilan. 

Dalam konteks berbangsa, sila ini menegaskan bahwa segala keputusan di lingkungan masyarakat harus dilakukan dengan penuh hikmat kebijaksanaan melalui mekanisme musyawarah. Karena itulah, untuk melaksanakan kegiatan/program bersama di masyarakat harus ditempuh dengan cara musyawarah. Prinsip musyawarah ini menyadarkan kita bahwa setiap bangsa Indonesia memiliki hak, kedudukan, dan kewajiban yang setara. Dengan demikian, tidak boleh ada seseorang atau kelompok yang merasa paling berhak dan paling benar. Faktanya, kita masih sering menjumpai sejumlah praktik kehidupan di masyarakat yang tak sepenuhnya mengedepankan musyawarah, seperti tidak menghargai pendapat yang berbeda, serta anti kritik, atau pemaksaan kehendak dari seseorang terhadap orang lain, atau pelaksanaan musyawarah yang tidak untuk kepentingan orang banyak.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Keadilan adalah nilai universal yang harus dipraktikkan oleh setiap bangsa Indonesia. Keadilan di sini tidak hanya terkait dengan keadilan hukum. Dalam konteks kehidupan berbangsa, keadilan dapat bermakna bahwa setiap bangsa Indonesia berada dalam posisi yang setara baik terkait dengan harkat, martabat, hak dan kewajibannya. Karena itu, merendahkan orang lain karena, misalnya, status sosial, jenis kelamin, agama, atau budaya adalah bentuk dari ketidakadilan. Untuk bersikap adil harus dimulai dari cara pikir yang adil. Sayangnya, ada banyak ketidakadilan yang terjadi di sekitar kita. Sekedar contoh, perempuan mendapatkan perlakukan tidak adil karena keperempuanannya, tidak mendapatkan hak belajar yang setara dengan laki-laki, dipaksa nikah muda, adanya penganiayaan, perampasan dan penindasan hak rakyat atas nama rakyat lain yang dapat dilihat di berbagai media. Dan masih banyak contoh lain dari ketidakadilan ini dalam kehidupan masyarakat baik yang dilakukan rakyat terhadap rakyat maupun oknum aparat pemerintah terhadap rakyat.

Referensi: Abdul Waidl, dkk. Pendidikan dan Kewarganegaraan Kelas X, Pusat Kurikulum dan PerbukuanBadan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Jalan Gunung Sahari Raya No. 4 Jakarta Pusat.

Tidak ada komentar

Terimakasih telah singgah. Silahkan tinggalkan komentar. Semoga artikel ini bermanfaat untuk anda.

Diberdayakan oleh Blogger.