Selamat Datang di Website Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Disini anda mendapat berbagai informasi pendidikan, jangan lupa tuliskan komentar positif untuk membantu kami malakukan update informasi. Terimakasih

Pengaruh Teknologi Pendidikan Terhadap Proses Pembelajaran - Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Header Ads

Header ADS

Pengaruh Teknologi Pendidikan Terhadap Proses Pembelajaran

Teknologi Pendidikan

Penerapan teknologi pendidikan sangat berpengaruh terhadap proses pendidikan, khususnya terhadap tiga hal, yaitu:

1. Pengaruh penerapan teknologi pendidikan terhadap pengambilan keputusan pendidikan

Heinich (Satgas Defi nisi dan Terminologi AECT, 1977:115) menggambarkan bahwa penerapan teknologi pembelajaran secara langsung sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan proses pendidikan, antara lain;

1)  Penetapan Isi

Teknologi Pendidikan mengalihkan penetapan isi kurikulum pada tingkat perencanaan dan penentuan dari tangan para guru/instruktur secara perorangan atau oleh ahli bidang studi menjadi penetapan oleh tim secara bersama-sama yang terdiri dari ahli bidang studi, para pengembang instruksional, dan produsen yang memproduksikan unit-unit pembelajaran tersebut.

2)  Rancangan Pembelajaran

Orang-orang yang melaksanakan kegiatan merancang serta teknik yang dipergunakan akan mengalami perubahan dengan adanya pembelajaran bermedia. Dalam paradigma tradisional “guru kelas saja”, kegiatan merancang pembelajaran dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan metode perencanaan pelajaran yang tradisional, di mana buku teks merupakan sumber belajar utama dan kadang-kadang dipergunakan “alat bantu audiovisual” sebagai pelengkap.

Adapun pembelajaran bermedia biasanya dilakukan oleh seorang ahli dalam proses pengembangan instruksional, termasuk di dalamnya kegiatan menilai kebutuhan, analisis peserta didik, penyusunan tujuan pembelajaran, penyusunan penilaian, dan sebagainya. Jadi di sini terjadi pergeseran, dari ahli merancang yang dasamya spesial mata pelajaran ke ahli merancang yang khusus dilatih dalam metode pengembangan instruksional. Proses yang mereka gunakan adalah proses pengembangan pembelajaran yang sistematik, bukan sekadar pendekatan intuitif seperti yang dipakai oleh kebanyakan guru/instruktur zaman dulu.

3)  Produksi Bahan Pembelajaran

Pembelajaran bermedia akan mengubah pula orang-orang yang melaksanakan kegiatan produksi, teknik ataupun kualitas produksi mereka. Sumber belajar yang secara sederhana diproduksi oleh guru/ instruktur akan tersisih oleh unit pembelajaran bermedia  yang dikerjakan oleh spesialis produksi berbagai media, seperti audio, foto, fi lm, televisi, dan sebagainya. Mereka ini menggunakan teknik produksi dan peralatan yang canggih/ piawai. Pendidikan mereka berlainan dengan pendidikan guru/instruktur, yaitu bukan sekadar isi ajaran, melainkan juga mempelajari teknik dan penggunaan peralatan.

4)  Evaluasi Pembelajaran

Dalam pembelajaran tradisional, evaluasi pembelajaran sering kali merupakan fungsi yang terabaikan. Dalam teknologi pendidikan, khsususnya program bermedia, fungsi evaluasi menduduki peranan utama. Evaluasi pembelajaran dilakukan baik pada tahap pengembangan ataupun dalam tahap pemanfaatannya, dalam rangka menentukan efektivitas dan mengidentifikasikan bagian-bagian yang memerlukan penyempumaan. Fungsi evaluasi tidak saja dilaksanakan oleh guru, tetapi juga oleh para ahli yang menguasai model-model evaluasi, teknik evaluasi formatif dan sumatif serta penyusunan instrumen evaluasi.

5)  Interaksi dengan Peserta didik

Orang yang melaksanakan kegiatan interaksi dengan peserta didik akan berubah secara drastis dengan adanya pembelajaran bermedia. Dalam pembelajaran tradisional, guru secara langsung berinteraksi dengan peserta didik. Dalam pembelajaran bermedia, tugas menyajikan informasi dapat dilakukan oleh sumber belajar selain orang. Peranan interaksi yang dilakukan dengan peserta didik pertama-tama untuk membantu perkembangan emosi dan sosial mereka. Kemungkinan interaksi kedua adalah untuk memberikan tutorial yaitu memberikan bantuan remedial bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar dari media. Orang-orang yang melakukan kedua peran tersebut jelas berbeda dengan peranan guru kelas. Kegiatan membantu perkembangan emosi dan sosial peserta didik, sebaiknya dilakukan oleh seseorang yang memahami psikologi dan mampu menghayati kesulitan orang lain, serta mempunyai keahlian dalam hal perkembangan dan pertumbuhan manusia. Fungsi tutorial, mungkin dapat dilakukan oleh teman sebaya, yang lebih mengetahui kesulitan-kesulitan tertentu yang dihadapi temannya, daripada para ahli.

6)  Penilaian Belajar

Secara tradisional, para guru akan melakukan penilaian apakah peserta didik mencapai tujuan belajar atau belum dengan mengadakan tes. Tes-tes tersebut sering kali dianggap sebagai bagian terpisah dan berlainan dari pembelajaran. Sering kali tes tersebut tidak didasarkan pada tujuan instruksional khusus. Dengan pembelajaran bermedia, teknik mengevaluasi prestasi peserta didik menjadi bagian dari pembelajaran. Tes bukan merupakan tambahan, melainkan bagian integral dari pembelajaran. 

 

Baca juga : Pengertian Teknologi Pendidikan

2. Pengaruh penerapan teknologi pendidikan terhadap Pola Pembelajaran

Selanjutnya, Heinich (Satgas Defi nisi dan Terminologi AECT, 1977:115) mengemukakan empat pola pembelajaran yang sering digunakan guru dalam proses belajar mengajar, yaitu:

1)  Pola pembelajaran tradisional dalam bentuk tatap muka guru-peserta didik.

Dalam pola ini guru, yang bertindak selaku komponen sistem instruksional merupakan satu-satunya sumber belajar. Guru memegang kontrol sepenuhnya atas berlangsungnya pembelajaran. Guru memegang kontrol penuh dalam menetapkan isi serta metode belajar, dan dalam menilai kemajuan belajar anak didik. Pola pembelajaran seperti ini banyak didapati pada zaman dulu. Pola ini menurut Morris dapat digambarkan dalam diagram berikut:

Pola belajar tatap muka guru-siswa

 
2)   Pola pembelajaran guru dengan media

Pada pola ini, kegiatan pembelajaran dilakukan guru dengan menggunakan media sebagai alat bantu dan bahan belajar. Pola ini masih tetap memandang guru sebagai Komponen Sistem Instruksional yang utama dengan sumber belajar lain yang dipergunakan sebagai tambahan. Dalam pembelajaran ini guru kelas masih memegang kandali hanya saja tidak semutlak pola pertama, karena dia dibantu oleh sumber lain. Dalam pola ini guru aktif menyampaikan isi kurikulum, murid menerima apa yang disampaikan kepadanya. Dalam menyampaikan isi pelajaran guru menggunakan buku teks, papan tulis, peta, alat-alat peraga, alat-alat audio visual, dan sebagainya. Dalam pola ini kalau guru tidak ada, alat-alat tersebut tidak berfungsi, bahkan dalam mempelajari buku teks yang sudah ada padanya, murid menunggu sampai bab-babnya diterangkan guru. Pola ini menurut Morris dapat digambarkan sebagai berikut: 

Pola pembelajaran guru bermedia

3)   Pola pembelajaran di mana kurikulum sampai kepada peserta didik melalui interaksi langsung antara peserta didik dengan sumber-sumber belajar.

Pada pola ini guru bersama-sama dengan sumber lain menjadi pendorong (motivator) bagi peserta didik untuk belajar. Tugas guru di sini ialah mengatur, mengarahkan, mendorong, mengawasi, dan memberikan pertolongan bila diperlukan agar anak didik dapat beriteraksi dengan sumber-sumber belajar yang relevan dengan tujuan yang akan dicapai. Pada pola ini anak didik dituntut untuk aktif belajar sendiri, dengan membaca buku pelajaran terprogram, mendengarkan kaset atau radio, melihat TV, film, dan sebagainya. Untuk dapat terlaksananya pola pembelajaran ini guru harus mempersiapkan program-program media yang relevan dengan tujuan yang akan dicapai. Tentu saja peserta didik masih perlu berinteraksi dengan guru untuk membicarakan hal-hal yang penting, memecahkan persoalan yang sulit, menjawab pertanyaan, dan sebagainya.  Bila perlu guru dapat juga mempertemukan anak didik dengan sumber belajar lain, seperti dokter, ahli teknik, polisi, pejabat pemerintah (camat, bupati), tokoh agama, dan sebagainya. Guru dapat juga membawa murid ke tempat-tempat tertentu untuk mengobservasi hal-hal yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, seperti masjid, pantai, museum, candi, persawahan, dan sebagainya. Pola ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Pola pembelajaran guru siswa bermedia

4)  Pola pembelajaran yang “bermedia saja”

Dalam pola ini anak didik belajar atas kemauan dan keaktifan sendiri. Bantuan guru hampir tak diperlukan lagi. Pola ini hanya terlaksana kalau faktor-faktor yang ada dalam diri peserta didik (intemal conditions) telah cukup untuk membekali dirinya dalam penerimaan pengetahuan baru, seperti kemampuan membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Di samping itu juga menuntut adanya kemandirian dari peserta didik dalam belajar. Tanpa adanya kemandirian belajar, kegiatan belajar tidak berjalan. Pola pembelajaran ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Pola pembelajaran bermedia saja


 

 

 

 

Dalam pelaksnaaannya tidak terdapat satu pun pola pembelajaran secara ekstrem digunakan oleh seorang guru, guru selalu memadukan berbagai pola tersebut sesuai dengan lingkungan sekolah, sarana pendukung, dan kemampuan peserta didik. Kombinasi dari keempat pola di atas dapat digambarkan sebagai berikut.

Kombinasi empat pola pembelajaran

3. Pengaruh Penerapan Teknologi Pendidikan terhadap Jenis Alternatif Lembaga Pendidikan

Telah kita ketahui bahwa kegiatan pembelajaran hampir selalu terjadi dalam lembaga yang disebut sekolah. Penerapan teknologi pendidikan akan dapat mempengaruhi struktur dan bentuk lembaga pendidikan, sehingga lembaga pendidikan tersebut tidak hanya berbentuk sekolah saja. Dengan diterapkannya teknologi pendidikan, paling tidak ada tiga macam alternatif yang tersedia untuk memberikan kemudahan dalam belajar. Masing-masing alternatif berbeda terutama ditinjau dari segi formalitas – yaitu sifat wajib dari lembaga bersangkutan, dari tingkat kewenangan para pengelolanya, dan dari macam sumber belajar yang tersedia (Satgas Defi nisi dan Terminologi AECT, 1997: 113-114).

1)  Lembaga Pendidikan Formal

Lembaga pendidikan formal adalah sekolah/madrasah. Karakteristik jenis lembaga pendidikan ini adalah: (a) merupakan lembaga pendidikan yang berjenjang, mulai dari jenjang TK, sampai PT, (b) kehadiran bersifat wajib baik bagi pengelola, guru, peserta didik maupun tenaga kependidikan lainnya, (c) kewenangan pengelolaan ada ditangan para pendidik profesional dan pemerintah.

2)  Lembaga Pendidikan Informal

Sistem pendidikan ini misalnya program pendidikan jarak jauh atau belajar dengan media. Salah satu contohnya adalah program Universitas Terbuka. Dilihat dari sisi pengelolan dan pengendalian, lembaga pendidikan ini memang mirip alternatif pertama, namun dari sisi sifat belajar dari peserta didik dan sumber belajar yang dikembangkan lebih bersifat informal. Sumber belajar biasanya didatangkan ke tempat peserta didik. Adanya berbagai macam sumber belajar serta sifat belajar mandiri menyebabkan program ini lebih bersifat informal dibandingkan dengan sistem sekolah.

3)  Jaringan Belajar (Leaming Network)

Jaringan belajar bukan merupakan lembaga ataupun sistem pendidikan, melainkan merupakan sarana kemudahan untuk memperoleh sumber belajar, yaitu segala sesuatu yang dapat membantu orang untuk belajar. Tujuan, keikutsertaan, serta kewenangan sepenuhnya ada di tangan pribadi peserta didik, ia bebas dalam menentukan apakah jaringan itu akan dimanfaatkannya atau tidak. [1]



[1] Sukiman, Pengembangan Media Pembelajaran, Pedagogia, Yogjakarta, 2012

Tidak ada komentar

Terimakasih telah singgah. Silahkan tinggalkan komentar. Semoga artikel ini bermanfaat untuk anda.

Diberdayakan oleh Blogger.