Kepala Madrasah Sebagai Agen Perubahan
Haris Budi Santosa,S.Pd.,M.Pd |
Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Hal ini menjadi landasan pemerintah dalam merumuskan visi dan misi pendidikan nasional. Untuk mewujudkan pendidikan nasional yang berkualitas setidaknya terdapat tiga komponen utama yang harus mendapatkan perhatian khusus, yaitu guru, kepala sekolah/madrasah, dan pengawas. Dari ketiga komponen tersebut kepala sekolah/madrasah memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan lembaga yang berkualitas.
Mengawali kegiatan diklat tersebut, Widyaiswara Haris Budi Santosa, S.Pd.,M.Pd membawakan materi diklat tentang
Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 mendefinisikan kepala sekolah/madrasah sebagai guru yang diberi tugas untuk memimpin dan mengelola satuan lembaga pendidikan. Secara implisit definisi ini menempatkan posisi kepala sekolah/madrasah sebagai sosok yang bertanggungjawab penuh atas maju mundurnya lembaga pendidikan. Kepala sekolah/madrasah merupakan penggerak sumber daya sekolah terutama sumber daya manusianya. Sukses tidaknya suatu lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas pemimpinnya. Kualitas kepala sekolah/madrasah diukur melalui lima kompetesi diri, yaitu; 1) kompetensi kepribadian, 2) kompetensi manajerial, 3) kompetensi kewirausahaan, 4) kompetensi supervisi, dan 5)kompetensi sosial.
Baca juga: Pengembangan Media Pembelajaran
Kepemimpinan perubahan adalah tindakan beralihnya suatu
organisasi dari kondisi yang berlaku kini menuju ke kondisi masa yang akan
datang menurut yang diinginkan guna meningkatkan efektivitasnya (Winardi:
2005:2)
Kepala sekolah/madrasah sebagai agen perubahan akan melihat sebuah kekurangan sebagai tantangan yang harus ia hadapi, dan selalu berupaya untuk mengatasinya.
Terdapat
tujuh kriteria dan peranan yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah sebagai
agen atau pemimpin perubahan, yaitu:
- Kepala sekolah dalam perubahan kepribadian dan sosial
(Memanusiakan/Humanizer)
- Kepala
sekolah dalam perubahan pembelajaran (Katalis Budaya/Cultural Catalist)
- Kepala
sekolah dalam perubahan pengembangan sekolah (Pembangun Komunitas/Community
Builder)
- Kepala sekolah dalam perubahan manajemen sumberdaya (Pembuat
Kerangka Kerja/Framework Maker)
- Kepala Sekolah dalam Perubahan Kewirausahaan Sekolah
(Perantara Keunggulan/Power Broker)
- Kepala Sekolah dalam Perubahan Supervisi Pembelajaran
(Penantang yang Bersahabat/Friendly Challenger)
- Perubahan Teknologi dan Informasi (Technological
Influencer)
1. Kreasi
Nilai
Kepala sekolah harus memimpin warga sekolah untuk menentukan nilai yang merupakan hasil pengetahuan, pengalaman, perenungan, baik yang berasal dari diri sendiri maupun bersama-sama orang lain. Nilai inilah yang dikreasikan menjadi nilai sekolah. Sekolah akan diapresiasi karena mempunyai nilai lebih, nilai positif, nilai kreatif, dan inovatif. Contoh, Kepala sekolah menawarkan nilai pendidikan ramah anak, pendidikan berbasis alam, pendidikan berbasis entrepreneur, pendidikan berbasis kehidupan, pendidikan multiple intelegence, dan sebagainya.
2. Visioner
Nilai yang diperjuangkan dituangkan dalam bentuk visi sekolah. Visi inilah yang harus diperjuangkan oleh seluruh warga sekolah. Kepala sekolah bertugas memimpin dan menggerakkan seluruh kegiatan di sekolah untuk mencapai dan mewujudkan visi sekolah. Visi sekolah ini dijabarkan menjadi misi sekolah yang bersifat operasional. Kepala sekolah sebagai pemimpin perubahan harus mampu memimpin warga sekolah untuk menentukan strategi dan aksi untuk mencapai visi dan misi sekolah. Strategi dan aksi bisa dilakukan misalnya dengan adanya program workshop, pelatihan atau In House training (IHT), Family Gathering, dan lainnya.
3. Idealisme
Kepala sekolah sebagai pemimpin perubahan harus mempunyai
idealisme dan nilai karakter serta mampu mengembangkannya di sekolah. Antara lain;
- Nilai-nilai
perilaku misalnya religiusitas, nasionalisme, anti KKN, anti memperkaya diri
sendiri, musyawarah-mufakat, gotong royong;
- Kebiasaan
dan habitat baru, misalnya cara hidup dan pembiasaan yang sesuai dengan
kebutuhan dan kepentingan komunitas sekolah; dan
- Kode
hidup bersama misalnya solidaritas, kolaborasi, kepedulian, simpati, empati,
dan lainnya.
Bila hal ini berhasil, akan menjadikan sekolah sebagai tempat tumbuh kembangnya idealisme.
Demikian gambaran materi
Tidak ada komentar
Terimakasih telah singgah. Silahkan tinggalkan komentar. Semoga artikel ini bermanfaat untuk anda.