Penerapan 16 Prinsip Prosser pada Pendidikan Vokasi di Indonesia
| Pendidikan Vokasi | Dr. Charles Allen Prosse (1871-1952)
adalah seorang praktisi dan akademisi Amerika Serikat yang dianggap sebagai
bapak pendidikan kejuruan, terutama di Amerika. Prosser juga adalah seorang guru Fisika dan
Sejarah di New Albany High School dan mendapatkan gelar PhD
dari Columbia University. Di kalangan akademisi pendidikan vokasi
dan kejuruan di Indonesia, Prosser cukup dikenal sebagai penyusun 16 Prinsip
Pendidikan Vokasi atau sering juga disebut sebagai 16 Dalil Prosser.
Prinsip
Pendidikan Kejuruan Prosser sebagian besar sulit untuk diterapkan
dalam sistem pendidikan kejuruan di Indonesia. Hal ini sangat beralasan karena
banyaknya sekolah kejuruan yang didirikan di Indonesia baik oleh pemerintah
maupun oleh lembaga organisasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2021/2022 jumlah
total sekolah SMK di Indonesia adalah 14.198 dengan rincian SMK Negeri sebanyak
3663 dan SMK swasta sebanyak 10.535 buah. Ledakan jumlah yang sangat besar ini
tidak diimbangi oleh penerapan prinsip-prinsip yang benar mengakibatkan
pembelajaran SMK tidak memberikan dampak positif pada pertumbuhan tenaga kerja
usia produktif.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan
mendasar bahwa apakah prinsip-prinsip Prosser ini tidak
cocok diterapkan di negeri kita?
Jika kita mengkaji secara mendalam
terhadap ke-16 prinsip tersebut, maka prinsip ke-2 dan ke-16 menjadi
kendala terbesar dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan di Indonesia. Untuk
menghasilkan lulusan SMK yang siap bekerja dan siap berwirausaha, maka kedua
prinsip tersebut harus terpenuhi dalam penyelenggaran pendidikan kejuruan.
Prinsip ke-2 menuntut adanya pembelajaran teaching factory dimana SMK
harus didesain layaknya sebuah industri, dan ini membutuhkan biaya yang sangat
besar.
Lalu bagaimanakah penerapan 16 prinsip Prosser pada
pendidikan kejuruan di Indonesia? Berikut adalah uraian
penerapan 16 prinsip Prosser yang
diperoleh dari website Pendidikan Vokasi.
Prinsip 1. Pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan
dimana siswa dilatih merupakan replika lingkungan dimana nanti ia akan bekerja.
Prinsip pertama sangat sulit diterapkan di
Indonesia karena pembuatan replika akan memerlukan biaya besar dan harus selalu
mengikuti perkembangan yang terjadi di dunia industri. Melihat keadaan sekolah
kejuruan di Indonesia, sangat sulit mewujudkan prinsip ini. Hal terjauh yang
bisa dilaksanakan adalah menyediakan fasilitas praktek dasar sehingga lulusan
nanti akan memiliki kompetensi dasar yang kuat untuk dikembangkan lebih lanjut
jika sudah diterima di industri.
Prinsip 2. Pendidikan kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan
dimana tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat dan mesin yang sama
seperti yang ditetapkan di tempat kerja.
Jawaban sama dengan dalil sebelumnya. Namun jika
sekolah mampu menyelenggarakan praktek kerja langsung di industri secara
memadai dari sisi waktu, intensitas dan dengan pengawasan yang baik, maka
prinsip ini bisa terpenuhi. Dalam kenyataan sekolah kewalahan harus menempatkan
siswa dalam jumlah banyak untuk melaksanakan praktek yang sesuai kurikulum
langsung di lokasi industri.
Prinsip 3. Pendidikan kejuruan akan efektif jika melatih
seseorang dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan dalam
pekerjaan itu sendiri.
Hal ini juga sangat sulit diterapkan di
Indonesia karena budaya dan lingkungan sekolah yang sangat berbeda dengan
lingkungan industri sebenarnya. Idealnya sekolah bisa menciptakan kondisi yang
mendukung pembentukan pola pikir dan pola kerja bagi siswanya, namun kendala
terbesar adalah bahwa manajemen sekolah tidak memiliki latar belakang industri
yang kuat. Hampir semua sekolah vokasi dipimpin dan diajar oleh para
profesional pendidikan yang tidak memiliki pengalaman industri cukup. Maksud
latar belakang dalam hal ini adalah pengalaman bekerja dan etos kerja industri,
sehingga mustahil bisa menciptakan suasana industri didalam sekolah.
Prinsip 4. Pendidikan kejuruan akan efektif jika dapat memampukan setiap individu mengembangkan minatnya, pengetahuannya dan keterampilannya pada tingkat yang paling tinggi.
Prinsip ini sudah banyak diterapkan dan
berhasil di banyak sekolah kejuruan. Sistem pendidikan kita memungkinkan bagi
individu siswa untuk maju dan meraih tingkat kompetensi dan keberhasilan yang
setinggi-tingginya. Ini kemungkinan akibat liberalnya sistem pendidikan kita
sehingga memungkinkan siswa yang memiliki potensi, rajin dan memiliki kemauan
kuat dapat melaju cepat. Namun hal ini juga berlaku bagi siswa yang lemah,
dimana siswa seperti ini akan tertinggal jika tidak memiliki keinginan dan
motivasi yang kuat untuk maju. Sistem pendidikan yang ada memberikan
keleluasaan besar pada guru untuk menentukan kualitas proses pembelajaran. Guru
akan cenderung memberikan prioritas pada siswa yang potensial dan aktif. Sistem
kontrol pembelajaran kurang bisa memastikan pemerataan prioritas terhadap semua
siswa untuk mendapat pelajaran yang sama kuantitas dan kualitasnya.
Prinsip 5. Pendidikan kejuruan yang efektif untuk setiap profesi,
jabatan atau pekerjaan hanya dapat diberikan kepada seseorang yang
memerlukannya, yang menginginkannya dan yang mendapat untung darinya.
Idealnya memang semua calon siswa
yang masuk ke sekolah kejuruan sudah melewati seleksi potensi teknis dan
non-teknis, sehingga siswa yang masuk adalah siswa yang secara bakat dan minat
sesuai dengan jurusan yang dipilih serta memiliki motivasi intrinsik yang besar
untuk menjalani pembelajaran. Namun ada banyak faktor yang menyebabkan hal ini
kurang bisa dilaksanakan di sebagian besar sekolah. Salah satu faktor penting
adalah karena tidak adanya bimbingan dan konseling karir atau vokasional di
level SMP sebelum masuk SMK dan juga di level SMA/SMK ke program vokasi
lanjutannya. Ini menyebabkan calon siswa sekolah kejuruan tidak memiliki
pengertian yang cukup mengenai dunia kerja, sehingga dalam banyak kasus terjadi
ketidaksesuaian siswa yang masuk ke sekolah vokasi.
Prinsip 6. Pendidikan kejuruan akan efektif jika pengalaman
latihan untuk membentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan berpikir yang benar
diulang-ulang sehingga sesuai seperti yang diperlukan dalam pekerjaan nantinya.
Prinsip ini banyak diabaikan dan memang sulit
untuk diterapkan sepenuhnya karena banyaknya beban kurikulum sekolah kejuruan
di Indonesia. Siswa tidak hanya belajar mata pelajaran teknis namun juga
pelajaran normatif dan adaptif yang memakan porsi hingga 30-40% dari total
waktu pembelajaran. Waktu pembelajaran praktek kejuruan juga tidak bisa
melaksanakan kegiatan berulang karena kurangnya sarana prasarana penunjang
praktek sehingga harus bergantian dengan siswa lain. Pada saat Praktek Industri
sebenarnya siswa mendapat waktu panjang untuk mengulang-ulang kegiatan praktek,
namun banyak siswa terkendala dengan penempatan praktek yang tidak sesuai
jurusan.
Prinsip 7. Pendidikan kejuruan akan efektif jika gurunya telah mempunyai pengalaman yang sukses dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan.
Prinsip ini juga sangat sulit diterapkan di
Indonesia. Praktisi yang sukses tidak akan memilih dunia pendidikan sebagai
pilihan karir utama mereka karena banyak faktor. Pendidik di sekolah kejuruan
sebagaian besar adalah pendidik murni dengan ketrampilan teknis tingkat pemula.
Solusinya adalah dengan mendatangkan pengajar tamu dari industri ke sekolah,
namun karena terbatasnya waktu biasanya kegiatan ini hanya bisa memberi wawasan
pengetahuan saja ke siswa dan tidak bisa sampai pada pemberian ketrampilan.
Akhirnya memang kita harus realistis, sekolah kejuruan kita baru bisa memasok
calon tenaga kerja yang siap latih ketika masuk ke dunia industri. Mereka
dibekali pengetahuan dan ketrampilan dasar pada bidangnya. Jika industri ingin
mendapat pekerja dengan level kompetensi lebih tinggi atau lebih spesifik,
mereka harus melakukan pelatihan lanjutan secara in-company.
Prinsip 8. Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus dipunyai
oleh seseorang agar dia tetap dapat bekerja pada jabatan tersebut.
Saat ini sudah ada standar kompetensi baku yang
dipakai sebagai acuan di SMK yaitu SKKD dan Program Diploma banyak mengacu pada
SKKNI. Hal ini sudah cukup memadai, namun masih ada kendala dalam implementasi
di lapangan seperti tidak standarnya proses pembelajaran antar sekolah dan
antar daerah dalam satu bidang keahlian. Kesulitan lain adalah pada saat uji
kompetensi yang juga tidak standar antar sekolah dan antar daerah karena menggunakan
penguji yang berbeda dan tidak profesional. Seharusnya uji kompetensi dilakukan
oleh satu lembaga khusus dibawah asosiasi industri tertentu, namun secara
kelembagaan hal ini belum bisa diwujudkan sepenuhnya di Indonesia. Masih banyak
sekolah kejuruan yang tidak bisa mendapatkan mitra penguji kompetensi yang
benar-benar kompeten dan layak menjadi penguji.
Prinsip 9. Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan
pasar.
Secara alamiah prinsip ini mulai berlaku dan
diterapkan terutama di sekolah kejuruan yang memiliki birokrasi lebih fleksibel
seperti sekolah swasta. Prinsip ekonomi supply-demand berlaku saat ini, program
keahlian yang tidak dibutuhkan industri akan dengan sendirinya mendapatkan
peminat yang sedikit. Jika sekolah tidak mampu menyesuaikan dengan cepat, maka
besar kemungkinan sekolah akan kesulitan menjaring siswa. Namun banyak kendala
yang harus dihadapi sekolah agar bisa menjadi sekolah yang mampu selalu
memenuhi permintaan pasar kerja. Penghapusan program keahlian yang ada pasti akan
menimbulkan konsekuensi besar dan menimbulkan kerugian bagi sekolah. Pembukaan
program keahlian baru juga tidak mudah karena mahal dan rumitnya persiapan.
Dalam realita, banyak sekolah yang akhirnya mengorbankan kesiapan
penyelenggaraan demi mengejar permintaan pasar, hal ini sangat berbahaya dan
pada akhirnya akan membuat nama baik sekolah tercemar karena gagal menghasilkan
lulusan yang berkualitas.
Prinsip 10. Proses pembinaan kebiasaan yang efektif pada siswa
akan tercapai jika pelatihan diberikan pada pekerjaan yang nyata (pengalaman
sarat nilai).
Secara sistem prinsip ini sudah diterapkan di
sekolah kejuruan kita. Ada Praktek Industri dan Pemagangan di SMK yang
diberikan alokasi waktu cukup panjang hingga 1 tahun. Kesempatan juga dibuka
lebar dalam hal penempatan, bisa diluar kota, luar negeri, dll. Bahkan siswa
diperbolehkan untuk masuk ke industri yang relevansinya kurang dengan jurusan
yang dimiliki. Ini adalah hal yang salah dan tidak sesuai dengan prinsip
pendidikan kejuruan, namun sekolah harus menghadapi kenyataan bahwa penempatan
praktek lapangan siswa sangat sulit. Ini disebabkan kurangnya jumlah industri
yang mau menerima siswa praktek dan semakin banyaknya jumlah siswa sekolah
kejuruan pada saat ini. Sayangnya tidak ada upaya konkrit untuk memecahkan
masalah rasio yang timpang ini dari pemerintah.
Prinsip 11. Sumber yang dapat dipercaya untuk mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi tertentu adalah dari pengalaman para ahli okupasi tersebut.
Prinsip ini sudah cukup luas diterapkan oleh
sekolah kejuruan, materi belajar memang disediakan dari sumber yang cukup
terpercaya. Ini disebabkan semakin mudahnya pencarian informasi melalui
teknologi informasi sehingga dimungkinkan penggunaan dokumen untuk belajar yang
berasal dari berbagai sumber. Bahkan saat ini hampir tidak ada perbedaan materi
belajar antar sekolah dan antar daerah karena sumber yang dipakai sangat banyak
dan tersedia bebas. Namun utnuk beberapa jurusan tertentu, sekolah harus lebih
proaktif membangun hubungan dengan industri lokal karena adanya materi yang
harus disesuaikan dengan kebutuhan lokal.
Prinsip 12. Setiap pekerjaan mempunyai ciri-ciri isi (body of
content) yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain.
Prinsip ini sudah didekati oleh sistem
pendidikan kejuruan dengan adanya pengelompokan jurusan dan program keahlian.
Sekolah juga cenderung membuka program keahlian yang serumpun agar bisa terjadi
efisiensi dalam proses mengajar karena adanya kompetensi atau sub-kompetensi
yang dipakai bersama dalam bidang keahlian yang berbeda.
Prinsip 13. Pendidikan kejuruan akan merupakan layanan sosial yang
efisien jika sesuai dengan kebutuhan seseorang yang memang memerlukan dan
memang paling efektif jika dilakukan lewat pengajaran kejuruan.
Prinsip ini memerlukan banyak sumber daya dalam
penerapannya. Setiap bidang keahlian memerlukan materi, metode belajar dan
pendekatan yang berbeda satu sama lain. Kebutuhan masing-masing jurusan harus
dipenuhi agar hasil dari proses pembelajaran bisa maksimal. Di Indonesia sudah
diterapkan dalam skala tertentu seperti adanya pelajaran Matematika khusus
untuk bidang keahlian bisnis dan manajemen, ada Matematika khusus bidang
Teknologi, dll. Hal yang sama juga sudah diterapkan di masing-masing rumpun
seperti antar jurusan Multimedia dan Animasi ada pelajaran Gambar Grafis yang
sedikit berbeda karena berbeda tujuan.
Prinsip 14. Pendidikan kejuruan akan efisien jika metode
pengajaran yang digunakan dan hubungan pribadi dengan peserta didik
mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut.
Prinsip ini sudah cukup luas diterapkan karena
karakter sosial masyarakat Indonesia yang sangat menghargai hubungan sosial
yang harmonis. Hubungan antara sekolah, guru, siswa dan orangtua siswa tergolong
baik jika dibanding dengan negara lain. Ini adalah hal positif karena siswa
dapat secara positif mengembangkan minat dan bakatnya karena hubungan
guru-siswa berjalan sehat dalam proses belajar. Namun kendala utama prinsip ini
adalah karena banyaknya siswa yang harus diajar oleh 1 guru, artinya rasio
guru-siswa masih sangat timpang sehingga masih sulit bagi guru untuk dapat
memberikan perhatian khusus pada setiap siswanya.
Prinsip 15. Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien jika
luwes.
Pada umumnya manajemen administrasi sekolah di
Indonesia relatif fleksibel dan tidak kaku. Ini juga berhubungan dengan
karakter sosial masyarakat Indonesia yang mengedepankan rasa saling percaya dan
keterbukaan. Bahkan dalam banyak kasus terlalu fleksibel dan mengabaikan
prinsip tertib administrasi. Namun dengan semakin banyaknya penerapan standar
manajemen mutu terpadu di sekolah, hal ini semakin baik, artinya tetap luwes
namun tertib.
Prinsip 16. Pendidikan kejuruan memerlukan biaya tertentu dan jika
tidak terpenuhi maka pendidikan kejuruan tidak boleh dipaksakan beroperasi.
Prinsip ini banyak dilanggar. Prinsip sebaliknya
yang justru sering dipakai yaitu, biarpun biaya tidak cukup yang penting dibuka
dulu. Ini adalah prinsip yang salah namun justru menjadi mainstream di kalangan
sekolah kejuruan. Pembukaan sekolah kejuruan membutuhkan dana sangat besar,
pemerintah saat ini tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan di seluruh penjuru
Nusantara, demikian juga swasta. Hanya beberapa sekolah saja, baik negeri
maupun swasta, yang mampu membiayai sekolah yang dikelola secara memadai,
sebagian besar lainnya tidak didukung sumber pembiayaan yang cukup.
Demikian ulasan tentang penerapan 16
prinsip Prosser pada pendidikan kejuruan di Indonesia
semoga bermanfaat.
Download bahan bacaan di link ini.
Sistem Pendidikan Vokasi di Inggris
Pendidikan Kejuruan di Indonesia
Renstra Dirjen Vokasi 2021 - 2024
Wikipedia
CNN Indonesia
Pendidikan Vokasi
Tidak ada komentar
Terimakasih telah singgah. Silahkan tinggalkan komentar. Semoga artikel ini bermanfaat untuk anda.