Selamat Datang di Website Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Disini anda mendapat berbagai informasi pendidikan, jangan lupa tuliskan komentar positif untuk membantu kami malakukan update informasi. Terimakasih

Penerapan Teori Belajar Pada Pendidikan Vokasi - Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Header Ads

Header ADS

Penerapan Teori Belajar Pada Pendidikan Vokasi

| Pendidikan Vokasi |
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini, dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons. Wikipedia

1. Teori Behavioristik

Teori behavioristik dikembangkan oleh Gagne dan Berliner. Teori Behavioristik mengajarkan bahwa pengalaman belajar menjadi penyebab terjadinya perubahan perilaku siswa. Menurut teori ini belajar merupakan interaksi antara stimulus dan respon, sehingga seseorang akan dianggap telah belajar ketika sudah menunjukkan perubahan perilaku. Stimulus adalah penyampaian materi, pembentukan karakter, nasihat, dan lain-lain yang diberikan guru, sedangkan respon merupakan reaksi atau tanggapan dari peserta didik terhadap stimulus tersebut.

Penerapan teori belajar behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung pada beberapa aspek pembelajaran, yaitu tujuan pembelajaran, karakteristik murid, materi pelajaran, media pembelajaran, dan fasilitas pembelajaran.

Hal-hal yang perlu diperhatikan guru saat menerapkan teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran, yaitu:

    1. Guru harus memberikan perhatian penuh kepada peserta didik.
    2. Guru perlu memperhatikan lingkungan belajar.
    3. Guru mempriortaskan pembentukan perilau dengan cara latihan dan pengulangan.
    4. Proses pembelajaran harus dilakukan dengan memberikan stimulus dan mendapatkan respon peserta didik.

Kelebihan Teori Belajar Behavioristik

Kelebihan teori Behavioristik dapat diuraikan sebagai berikut:

    1. Guru akan terbiasa untuk bersikap teliti dan peka saat kondisi belajar mengajar.
    2. Guru lebih sering membiasakan muridnya untuk belajar mandiri, tetapi ketika murid kesulitan baru bertanya kepada guru.
    3. Dapat mengganti cara mengajar (stimulus) yang satu dengan stimulus lainnya hingga mendapatkan apa yang diterima oleh murid (respon).
    4. Dengan teori belajar ini sangat cocok untuk mendapatkan kemampuan yang mengandung unsur-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan.
    5. Teori ini bisa membentuk perilaku yang diinginkan. Dengan kata lain, perilaku yang berdampak baik bagi murid diberi perhatian lebih dan perilaku yang kurang sesuai dengan murid perhatiannya dikurangi.

Kekurangan Teori Belajar Behavioristik

    1. Tidak semua pelajaran dapat memakai teori belajar behavioristik.
    2. Guru diharuskan untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.
    3. Murid cenderung diarahkan untuk berpikir linier, konvergen, tidak kreatif, dan memposisikan murid sebagai murid pasif.
    4. Dalam proses belajar mengajar, murid hanya bisa mendengar dan menghafal yang didengarkan.
    5. Murid membutuhkan motivasi dari luar dan sangat bergantung pada guru.

Teori behavioristik dapat diterapkan dalam pendidikan kejuruan yaitu pada pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran langsung. Sebelum melakukan suatu pekerjaan anak melihat apa yang dicontohkan oleh guru, kemudian mencoba dengan meniru perilaku guru dan dilakukan berulang-ulang.

Menurut Putu Sudira (2016:163), teori belajar behavioristik relevan digunakan dalam belajar skill motorik pada level pemula. Pembelajar kejuruan pemula sebelum berlatih suatu skill motorik memerlukan interaksi sosial dengan mengamati kemudian meniru sikap dan cara kerja expert atau guru (teori Bandura), mempraktikkan secara langsung (teori Skinner), diulang-ulang hingga menguasai (teori Pavlov), mempersiapkan perangkat latihan dan mental peserta didik sebelum latihan (teori Thorndike). Teori belajar behavioristik bermanfaat pula untuk menghadapi pembelajar kejuruan yang pasif. 


2. Teori Kognitivisme

Teori Kognitivisme dikembangkan oleh psikolog Swiss yaitu Jean Piaget. Teori Kognitifisme mengajarkan tentang cara manusia membangun kemampuan kognitifnya dengan motivasi diri terhadap lingkungannya.

Teori belajar kognitifisme menjelaskan bahwa belajar tidak harus berbicara tentang perubahan tingkah laku seseorang, namun belajar adalah proses perubahan persepsi dan pemahaman seseorang.

Belajar merupakan sebuah proses perseptual yaitu perilaku seseorang dapat ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya dalam melihat situasi yang berhubungan dengan tujuan proses belajar mengajar. Teori ini mempercayai bahwa “belajar” itu dihasilkan dari proses persepsi kemudian membentuk hubungan antara pengalaman yang baru dan pengalaman yang sudah tersimpan di dalam disi seseorang.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menerapkan teori kognitif dalam proses belajar mengajar.

    1. Pembuatan materi pembelajaran harus disusun dengan pola atau logika sederhana dan kompleks.
    2. Siswa bukanlah orang dewasa yang sudah mengerti dan mudah dalam berpikir. Oleh karena itu, guru harus memberikan pengarahan sesuai dengan usia murid atau peserta didik.
    3. Setiap kegiatan pembelajaran harus memiliki makna.
    4. Agar keberhasilan murid tercapai maka guru perlu mengamati perbedaan yang ada pada setiap murid.

Dalam pelaksanaannya teori belajar kognitif memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan mengetahui kedua hal itu teori ini dapat diterapkan secara maksimal.

Kelebihan Teori Belajar Kognitif

    1. Memudahkan siswa untuk memahami materi belajar.
    2. Siswa menjadi mandiri dan lebih kreatif.

Kekurangan Teori Belajar Kognitif

    1. Teori yang belum bisa digunakan pada semua tingkat pendidikan.
    2. Pada pendidikan tingkat lanjut, teori ini susah untuk diterapkan.

Teori kognitif dalam pendidikan kejuruan digunakan dalam pembelajaran ketrampilan berpikir (thinking skills). Selain skill motorik, skill kognitif  diperlukan dalam pendidikan kejuruan abad 21 untuk membekali lulusan mudah beradaptasi dalam dunia kerja yang mengalami perubahan sangat cepat dibidang teknologi. Putu Sudira (2016: 166) menyatakan High Order Thinking Skill (HOTS) semakin dibutuhkan dalam pembelajaran abad 21. 

Critical thinking, creativity, communication, collaboration, penggunaan multimedia, pemrosesan informasi merupakan variabel penting belajar abad 21 sebagai dasar mengkonstruksi pengetahuan. Pembelajaran TVET membutuhkan keaktifan dalam interakaksi sosial, membangun ikon, menggunakan simbol-simbol atau bahasa dan didisplaykan menjadi rumus, model, konsep, algoritma program, dan sebagainya. Belajar dengan memecahkan masalah dari yang sederhana ke yang komplek. 

Baca: 
Belajar Era Disrupsi dan Kenormalan Baru


3. Teori Konstruktivisme

Teori konstruktivisme bukan bagian dari teori pendidikan. Teori konstruktivisme bersumber dari ilmu filsafat (filsafat ilmu), yang menjelaskan tentang bagaimana proses terbentuknya pengetahuan manusia. Menurut teori konstruktivisme, pembentukan pengetahuan manusia bermula dari berbagai pengalaman yang telah dilewatinya.

Konstruksi berarti membangun. Jadi teori belajar konstruktivisme adalah suatu usaha yang dilakukan untuk membangun tata hidup yang berbudaya modern. Teori belajar ini berlandaskan pembelajaran kontekstual, yaitu manusia membangun pengetahuan secara bertahap yang hasilnya disebarkan melalui konteks yang terbatas dan dalam waktu yang direncanakan.

Teori ini menekankan seseorang yang belajar memiliki tujuan untuk menemukan bakatnya, menambah pengetahuan atau teknologi, dan lain-lain yang dibutuhkan untuk mengembangkan dirinya.

Melalui berbagai pengalaman yang telah dilewati, manusia akan memiliki hidup yang lebih dinamis dan bertambahnya pengetahuan. Dalam konteks kegiatan pembelajaran teori belajar konstruktivisme membebaskan pembelajar untuk membimbing sendiri pengetahuan yang dimiliki berdasarkan pengalaman.

Menurut teori konstruktivisme, “belajar” lebih mudah dipahami oleh manusia karena manusia membangun dan mengembangkan pengetahuan berdasarkan pengalaman yang telah dilewatinya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan seseorang saat menerapkan teori konstruktivisme dalam proses belajar mengajar.

    1. Memberikan kesempatan kepada murid agar dapat menyampaikan pendapat dengan bahasa sendiri.
    2. Memberikan kesempatan kepada murid untuk menceritakan pengalamannya.
    3. Ciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif agar murid bisa belajar dengan maksimal.
    4. Memberikan kesempatan kepada murid untuk membuat gagasan atau ide yang baru.

Dalam pelaksanaannya teori belajar konstruktivisme memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan mengetahui kedua hal itu teori ini dapat diterapkan secara maksimal. Berikut kelebihan dan kekurangan teori konstruktivisme.

Kelebihan Teori Belajar Konstruktivisme

    1. Dalam proses belajar mengajar guru dapat mengajarkan para murid untuk mengeluarkan ide-idenya atau gagasannya dan melatihnya agar bisa mengambil keputusan.
    2. Semua murid bisa mengingat pelajaran yang sudah diajarkan karena mengikuti proses belajar mengajar secara langsung dan aktif.
    3. Pengulangan pelajaran yang dilakukan secara berulang akan membuat murid lebih mudah untuk berinteraksi dan yakin bisa memahami pelajarannya.
    4. Ketika proses belajar mengajar, murid akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungannya dan mendapatkan pengetahuan baru. Misalnya berinteraksi dengan teman-temannya dan guru.
    5. Pengetahuan yang diterima oleh murid akan mudah diterapkan dalam kehidupannya.

 

Kekurangan Teori Belajar Konstruktivisme

    1. Teori ini lebih susah untuk dimengerti karena ruang lingkupnya lebih luas.
    2. Tugas guru menjadi tidak maksimal karena murid diberi kebebasan lebih banyak.

Konsekuensi dari penggunaan teori konstruktivis dalam pembelajaran adalah bagaimana sekolah dan guru menciptakan lingkungan konstruktivis yang kaya pengalaman. Pembelajaran konstruktivis berbeda dengan pembelajaran tradisional. Dalam pembelajaran konstruktivis, kurikulum berfokus pada konsep. Kegiatan pembelajaran biasanya memanfaatkan data dan bahan manipulatif sebagai sumber utama. Guru berinteraksi dengan siswa dengan bertanya berdasarkan sudut pandang mereka. Siswa sering bekerja dalam kelompok. Penilaiannya menggunakan penilaian otentik, observasi dan portofolio. Kuncinya ada pada struktur lingkungan belajar, sehingga siswa dapat secara efektif membangun pengetahuan dan keterampilan baru (Schunk, 2012: 261).

Sekolah kejuruan relevan menerapkan teori ini untuk menjawab tantangan dunia kerja abad 21 yang memerlukan tenaga kerja yang memiliki skill teknik sekaligus kemampuan beradaptasi dengan pengetahuan baru. 

Pembelajaran berlandasan teori konstruktivis menekankan pada kooperatif dan kolaboratif dengan pembentukkan kelompok kerja siswa. Hal ini sesuai dengan kebutuhan skill abad 21 yang memerlukan kemampuan kerja dalam tim. 

Teori konstruktivis menginspirasi para ahli pembelajaran untuk membuat model-model pembelajaran baru berbasis konstruktivis. Teori belajar kontemporer dalam TVET antara lain: 1) life based learning, 2) belajar berpartner sosial (social partnership), 3) belajar orang dewasa (mature adult learning), 4) pengembangan kompetensi sebagai proses kolektif (competence as collective process), 5) belajar berbasis kerja (work based learning), 6) belajar di tempat kerja (workplace learning), 7) belajar langsung dalam kehidupan kerja (learning in working life), 8) long life learning.  


4. Teori Konektivisme

Teori konektivisme adalah teori belajar yang menjelaskan bagaimana proses pembelajaran memungkinkan orang dapat berinteraksi, berbagi, berdialog, dan berpikir bersama dalam sebuah koneksi atau jaringan.

Teori ini dikembangkan oleh George Siemens dan Steven Down pada 2005 dan diyakini sebagai teori pembelajaran yang cocok digunakan untuk menciptakan lingkungan belajar abad ke-21.

Belajar (didefinisikan sebagai pengetahuan yang dapat ditindak) dapat terletak di luar diri kita (dalam organisasi atau suatu database), terfokus pada hubungan serangkaian informasi yang khusus, dan hubungan tersebut memungkinkan kita belajar lebih banyak dan lebih penting dari pada keadaan yang kita tahu sekarang. Konektivisme diarahkan oleh pemahaman bahwa keputusan didasarkan pada perubahan yang cepat. Informasi baru diperoleh secara kontinu, yang penting adalah kemampuan untuk menentukan antara informasi yang penting dan tidak penting. Yang juga penting adalah kemampuan mengetahui kapan informasi berganti (baru).

Prinsip-prinsip konektivisme sebagaimana yang diungkapkan Siemens (2005) adalah:
    1. Keragaman pendapat dipandang sebagai sumber informasi pengetahuan dan pembelajaran
    2. Belajar adalah suatu proses menghubungkan (connecting) informasi dari berbagai sumber dan konteks.
    3. Pembelajaran dapat terjadi di suatu komunitas, jaringan atau basis data dengan dukungan teknologi.
    4. Kemampuan untuk mengetahui lebih banyak merupakan hal yang lebih penting dari pada apa yang diketahui sekarang.
    5. Membina dan menjaga hubungan-hubungan (connections) diperlukan untuk memfasilitasi belajar berkelanjutan.
    6. Kemampuan untuk melihat hubungan antara bidang-bidang, ide-ide, dan konsep merupakan inti keterampilan.
    7. Terserapnya pengetahuan yang akurat terkini adalah tujuan dari semua embelajaran konektivitas.
    8. Pengambilan keputusan itu sendiri seperti pemilihan informasi yang harus dipelajari merupakan proses pembelajaran.
    9. Orang ingin mempelajari ketrampilan yang sebenarnya.
    10. Pembelajaran dapat terjadi dalam sejumlah cara dan di sejumlah lokasi (online, kelas, rumah, mall, dll). (Seminar Nasional UAD)

Beberapa hal yang perlu disiapkan guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran, yaitu:

    1. Membangun koneksi dan jaringan belajar online (Personal Learning Network)
    2. mengkondisikan pembelajaran agar sisa dapat menemukan informasi yang dibutuhkan secara mandiri.
    3. memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kolaborasi dan diskusi dengan anggota lain di dalam koneksi jaringan.
    4. memanfaatkan habit siswa yang sudah friendly dengan online learning tools seperti penggunaan web dan sosial media untuk mendesain metode pembelajaran.


Download Bahan Bacaan:


Sumber Rujukan:

Tidak ada komentar

Terimakasih telah singgah. Silahkan tinggalkan komentar. Semoga artikel ini bermanfaat untuk anda.

Diberdayakan oleh Blogger.